Di balik nuansa elegan Charkoal, seorang laki-laki dengan skill dan pengalaman mumpuni berperan sebagai playmaker. Adhitia Pratama Julisiandi, Chef Owner restoran di SCBD besutan ISMAYA ini, menyulap sebuah metode memasak yang banyak dinilai kuno, menjadi teknik kuliner yang mampu menghasilkan hidangan dengan cita rasa istimewa yang kemudian menjadi inspirasi nama restoran ini.
Konsistensi Chef Adhit di industri food and beverages nyatanya muncul dari kebanggaannya melihat penikmat dari makanan yang diramu olehnya. Ada kepuasan tersendiri baginya ketika para pengunjung memberikan opini positif pada hasil karyanya di dapur. Apalagi dengan metode memasaknya yang termasuk tidak mudah, yakni primitive style-cooking tanpa gas, keberhasilan menghasilkan hidangan yang rasa yang kuat merupakan hal yang istimewa.
Kepiawaian Chef Adhit di dunia kuliner tentunya bukan barang yang jadi dalam semalam. Dirinya telah merintis pengalaman sejak lebih dari satu dekade yang lalu, bahkan sejak di bangku perkuliahan.
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti menjadi pilihan chef ini untuk memperdalam minatnya di industri ini. Di sini lah passion memasaknya tumbuh. Tak hanya menimba ilmu, ia juga mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkannya dalam berbagai kompetisi memasak yang tak jarang membuahkan hasil fantastis. Misalnya ketika ia memenangkan juara pertama pada ajang FOODIESTA Cooking Competition yang digelar oleh Universitas Pelita Harapan (UPH) pada 2012, atau ketika ia kembali meraih posisi nomor satu pada acara REVIELING BALI & LOMBOK Cooking Competition yang diinisiasi Universitas Prasetiya Mulya pada 2012.
Selepas lulus, Chef Adhit memulai perjalanan karirnya di negeri orang. Spanyol menjadi negara yang mencatatkan langkah profesional pertamanya di industri hospitality dan food and beverage. Ia kemudian menjejakkan kaki di Amerika Serikat, bekerja di salah satu restoran fine dining ternama di sana, yakni French Laundry yang berlokasi di Napa.
Pelan-pelan, Chef Adhit menyadari bahwa tempatnya meniti karir di bidang kuliner bukanlah hal yang paling berkesan baginya. Kini ia mengerti, setiap restoran memiliki spesialisasi dan kebanggaan tersendiri. Keteguhan diri seorang chef untuk menciptakan hidangan dengan cita rasa yang bold dan berbeda adalah kuncinya, seperti yang terjadi padanya di Charkoal.
Sebuah kesenangan baginya ketika ia bisa memuaskan lidah pengunjung yang berdatangan ke restoran. Maka dari itu, ia akhirnya lebih banyak malang melintang di berbagai hotel dan restoran di Jakarta. Beberapa nama hotel besar di ibu kota seperti The Ritz-Carlton, Pullman, Shangri-La, hingga Fairmont, telah menjadi saksi bagaimana ia mendedikasikan waktu untuk memasak.
Yap, dedikasi. Chef Adhit selalu meyakini bahwa dedikasi selalu akan berbuah baik. Dalam sejumlah kesempatan, ia menjelaskan bahwa dalam beberapa momentum di hidup kita, akan selalu ada beberapa hal yang harus diprioritaskan dan juga dikorbankan di waktu yang bersamaan. Dan bagi Chef Adhit, hal itu adalah waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki Chef Adhit digunakan untuk bekerja keras, belajar, dan belajar lagi tentang industri yang digelutinya.
Ia berkolaborasi dan mempelajari berbagai hal baru dari sejumlah chef dari mancanegara, misalnya Thomas Keller, George Calombaris, Ferran Adria, dan Sarah Todd. Ia juga memperdalam pengalamannya dengan menjadi asisten dari chef-chef ternama, bahkan yang berstatus 3 Michelin Star. Beberapa di antaranya adalah Chef Chris Salans Mozaic, Chef William Wongso, Chef Cele Vask Gallery, Chef Patty Elliot, Chef Guillermo Varella Elbulli, dan Chef Paul Walsh.
Berbekal seluruh kerja keras dan pengalamannya, sedikit demi sedikit pengorbanan yang telah ia berikan berbuah manis. Pada 2019 misalnya, ia berhasil merebut gelar Chef of The Year dalam ajang Best Restaurant, Bar & Cafe Awards (BRBCA) yang secara rutin digelar The NOW! Jakarta. Ia juga mengoleksi sejumlah sertifikat yang berperan signifikan dalam pengembangan karirnya, seperti Chaine des Rotisseurs Certificate dan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) Certificate Middle East 2016.
Dengan berbagai pengalaman yang tak singkat, Chef Adhitia Julisiandi kemudian memutuskan bergabung dengan ISMAYA pada 2020 silam. Dimulai dari penerimaan tugas sebagai chef executive di SKYE Restaurant and Bar, pria ini membuktikan bahwa dirinya dapat diandalkan. Tak hanya sebagai sekadar pemasak yang menuruti mau tamu dan berkreasi sendiri, tetapi juga seorang pemimpin yang mampu menjaga kinerja timnya.
Bukan rahasia jika performa SKYE menjadi alasan restoran yang bermukim di Menara BCA, Jakarta Pusat ini cukup tersohor dan menjadi salah satu brand yang punya tempat tersendiri di hati masyarakat metropolitan. Tak hanya di akhir pekan, pada malam-malam di hari kerja pun, tempat makan ini jarang terlihat sepi. Atas kesuksesannya ini, Chef Adhit menyatakan bahwa kerja sama adalah kuncinya.
“Sebuah kesuksesan itu tidak pernah dipengaruhi oleh orang atau individu tertentu, tapi bagaimana posisi dia sebagai part of the team. Ada restoran tempat gue bekerja sukses, it’s not only me, tapi menurut gue karena semua orang benar-benar involve dan supporting ide yang gue bawa. Dari tim pelayanannya, tim wine sebagai pelengkap, sampai marketing. Itu semua karena team work,” ujarnya dalam sebuah siniar.
Sejumlah pengalaman kepemimpinan yang dimiliki Chef Adhit menjadi bekal ketika ia akhirnya membangun Charkoal. Dengan modal tersebut ia siap merangkul setiap anggota tim dengan tujuan menciptakan hidangan-hidangan yang berkesan di mata maupun lidah pengunjung, dan tak bisa ditemukan di restoran-restoran lain di Jakarta.